Monday, September 6, 2021

10:27 PM
1
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Bank Indonesia Cabut 20 Jenis Pecahan Uang Rupiah Khusus Emisi 1970 hingga 1990.

Bank Indonesia Cabut 20 Jenis Pecahan Uang Rupiah Khusus Emisi 1970 hingga 1990


Bank Indonesia Cabut 20 Jenis Pecahan Uang Rupiah Khusus Emisi 1970 hingga 1990

Posted: 05 Sep 2021 11:24 PM PDT

Bank Indonesia Cabut 20 Jenis Pecahan Uang Rupiah Khusus EMisi 1970 hingga 1990.lelemuku.com.jpg

JAKARTA, LELEMUKU.COM - Bank Indonesia mencabut dan menarik 20 jenis pecahan Uang Rupiah Khusus (URK) Tahun Emisi 1970 sampai dengan 1990 dari peredaran, melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.23/12/PBI/2021, terhitung sejak 30 Agustus 2021.

"Dengan demikian, terhitung tanggal dimaksud URK tersebut tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," Kata Direktur Eksekutif dari Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryonopada 30 Agustus 2021.

Dikatakan URK yang dicabut dan ditarik dari peredaran diantaranya; Uang Rupiah Khusus Seri 25 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun Emisi 1970 sebanyak 10 (sepuluh) pecahan; Uang Rupiah Khusus Seri Cagar Alam Tahun Emisi 1974 sebanyak 3 (tiga) pecahan; Uang Rupiah Khusus Seri Cagar Alam Tahun Emisi 1987 sebanyak 2 (dua) pecahan; Uang Rupiah Khusus Seri Perjuangan Angkatan '45 Tahun Emisi 1990 sebanyak 3 (tiga) pecahan; dan Uang Rupiah Khusus Seri Save The Children Tahun Emisi 1990 sebanyak 2 (dua) pecahan.

"Bagi masyarakat yang memiliki URK tersebut dan ingin melakukan penukaran, dapat menukarkannya di Bank Umum terhitung sejak 30 Agustus 2021 sampai dengan 29 Agustus 2031, atau 10 tahun sejak tanggal pencabutan. Penggantian atas Uang Rupiah Khusus tahun emisi 1970 sampai dengan tahun emisi 1990 yang dicabut dan ditarik dari peredaran sebesar nilai nominal yang sama dengan yang tertera pada URK dimaksud. Layanan penukaran juga dapat dilakukan di Kantor Pusat maupun Kantor Perwakilan BI di seluruh Indonesia, dengan mengacu pada ketentuan atau informasi yang disampaikan mengenai jadwal operasional dan layanan publik BI," kata dia.

Selanjutnya terkait penggantian atas URK dalam kondisi lusuh, cacat, atau rusak dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia mengenai pengelolaan uang Rupiah.

Peraturan itu yaitu i) Dalam hal fisik uang Rupiah logam lebih besar dari 1/2 ukuran aslinya dan ciri uang Rupiah dapat dikenali keasliannya, diberikan penggantian sebesar nilai nominal uang Rupiah yang ditukarkan, dan ii) Dalam hal fisik uang Rupiah logam sama dengan atau kurang dari 1/2 ukuran aslinya, tidak diberikan penggantian.

BI mengimbau masyarakat yang akan melakukan penukaran di seluruh kantor BI untuk tetap menjalankan protokol Covid-19. (BI)

Budiman Sebut Putusan Resmi TNI AD Hapus Tes Keperawanan Calon Kowad

Posted: 05 Sep 2021 10:21 AM PDT

Mayjen Budiman Sebut Putusan Resmi TNI AD Hapus Tes Keperawanan Calon Kowad.lelemuku.com.jpg

JAKARTA, LELEMUKU.COM - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat secara resmi menyatakan telah menghapus tes keperawanan dalam ujian masuk calon prajurit perempuan atau Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad), demikian disampaikan Kepala Pusat Kesehatan TNI AD Mayjen Budiman, Rabu (1/9/2021).

Ketentuan itu diatur dalam penyempurnaan petunjuk teknis pemeriksaan uji fisik calon anggota TNI Angkatan Darat yang dikeluarkan 13 Juni 2021, kata Budiman.

Penerbitan beleid tersebut sejalan dengan instruksi Kepala Staf AD Jenderal Andika Perkasa yang mengatakan bahwa materi uji badan calon prajurit harus mengikuti dinamika dan perubahan zaman, ujarnya.

Walhasil pengujian selaput dara tidak menjadi bagian dari pemeriksaan uji badan calon anggota TNI AD perempuan.

"Kata-kata hymen atau selaput dara juga sudah dihilangkan dalam formulir pemeriksaan uji badan," ujar Budiman dalam diskusi daring, seraya menambahkan bahwa aturan baru itu wujud penyetaraan antara laki-laki dan perempuan di tubuh TNI AD.

Lewat petunjuk teknis itu pula Budiman mengatakan bahwa pemeriksaan kesehatan untuk calon personel perempuan bakal lebih menghargai privasi seperti menyediakan ruang pemeriksaan yang representatif.

"Mereka yang berada di dalam ruangan juga terbatas hanya dokter pemeriksa, seorang dokter obgyn, satu orang bidan, serta calon yang diperiksa," ujar Budiman.

Namun pemeriksaan selaput dara, terang Budiman, masih akan dilakukan dalam kondisi tertentu, seperti saat calon memiliki kelainan seperti hymen imperforata. Istilah itu merujuk kepada kondisi selaput dara yang tidak berlubang yang dapat menyebabkan darah menstruasi menumpuk.

"Tes keperawanan" merupakan istilah yang sebelumnya kerap digunakan dalam salah satu rangkaian tes kesehatan calon prajurit perempuan, berupa praktik invasif memasukkan dua jari ke dalam vagina untuk menentukan apakah seseorang itu pernah berhubungan seksual.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sejumlah kesempatan telah menyatakan bahwa "tes keperawanan" untuk calon prajurit tidak memiliki manfaat ilmiah atau dasar medis.

Human Rights Watch, organisasi hak asasi manusia yang berbasis di New York, pertama kali menerbitkan laporan tentang keberadaan "tes keperawanan" di institusi kepolisian Indonesia pada tahun 2014 dan kemudian di militer pada tahun berikutnya.

Polri telah menghentikan tes tersebut pada tahun 2015.

Juru bicara Angkatan Laut dan Angkatan Udara juga mengatakan tidak ada istilah "tes keperawanan", namun mereka mengakui adanya tes ginekologi untuk mendeteksi penyakit seperti kanker.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Pertama Julius Widjojono menyangkal terdapat "tes keperawanan" di matranya.

"Pemeriksaan keperawanan tidak ada, tapi yang diperiksa adalah kandungan dan kehamilan," kata Julius kepada BenarNews.

Menurut Julius, keberadaan tes kandungan dan kehamilan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi lengkap calon prajurit TNI AL. Tes itu pun disebutnya saling berkorelasi dengan materi lain seperti kesehatan mental, psikologis, dan ideologis.

"Kami loyal terhadap peraturan Panglima (TNI)," ujar Julius, merujuk Keputusan Panglima TNI yang dikeluarkan 23 November 2020.

Beleid yang memuat petunjuk teknis pemeriksaan dan uji kesehatan di lingkungan TNI itu, yang salinannya diterima BenarNews, memang tidak menyebutkan keberadaan "tes keperawanan".

Pada Bab V Keputusan Panglima TNI tersebut yang memuat tentang jenis pemeriksaan misalnya, tes tambahan untuk calon prajurit perempuan hanya berupa tes ginekologi dan pap smear menggunakan spekulum.

Hal sama disampaikan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (AU) Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah yang mengatakan bahwa calon prajurit perempuan AU hanya menjalani tes tambahan berupa kesehatan reproduksi dan tes kepadatan tulang.

Hal itu, terang Indan, merujuk pada Keputusan Kepala Staf AU tentang tes kesehatan reproduksi.

"Tes itu untuk mengantisipasi calon yang mengidap kista atau kesehatan reproduksi lain yang bisa mengganggu pendidikan dasar kemiliteran dan saat menjadi prajurit aktif," kata Indan.

"Tujuan pemeriksaan kesehatan adalah untuk mendapatkan calon prajurit yang sehat dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan."

Penghapusan "tes keperawanan" menjadi pembicaraan publik usai Andika Perkasa memberi sinyal penghentian "tes keperawanan" untuk calon prajurit perempuan dalam pertemuan kepada para Pangdam pada Juli lalu.

Video pertemuan tersebut disebarluaskan melalui akun Youtube TNI Angkatan Darat.

Andika mengatakan keputusan itu diambil dari hasil evaluasi yang dilakukan institusinya pada setiap awal tahun. Perbaikan tes kesehatan dalam sistem perekrutan juga diutamakan pada faktor-faktor yang berkontribusi penting bagi keselamatan calon prajurit, katanya.

Pensiunan perwira tinggi kepolisian yang selama ini aktif menyuarakan penghapusan "tes keperawanan" Sri Rumiyati menyambut baik penghapusan tes keperawanan.

"Kalau sudah ada hitam di atas putih, maka semua wajib mematuhi keputusan itu," ujar Sri dalam diskusi yang sama.

Peneliti Human Rights Watch di Indonesia, Andreas Harsono, mengapresiasi keputusan TNI AD dengan menyebutnya sebagai kemenangan bagi semua orang.

"Ini bukan hanya kemenangan perempuan, tapi juga laki-laki. Ini kemenangan semua orang," kata Andreas dalam kesempatan sama.

Penggagas petisi penghapusan "tes keperawanan" terhadap calon prajurit perempuan di laman Change.org, Latisha Rosabelle, berharap TNI AD dapat pula menyampaikan permohonan maaf resmi terhadap para perempuan yang sempat menjalani "tes keperawanan".

Pasalnya tes selama ini disebut Latisha telah menyebabkan trauma tersendiri bagi para perwira perempuan.

Terkait harapan permohonan maaf resmi dari TNI AD, Budiman enggan berkomentar lebih lanjut dengan mengatakan, "Kalau permohonan maaf bukan kewenanangan saya." (BeritaBenar)