Thursday, April 14, 2022

2:18 PM
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca 'End' Jadi Debut Perdana Kid Scott Usai Magang dengan Musisi Terkenal di Los Angeles.

'End' Jadi Debut Perdana Kid Scott Usai Magang dengan Musisi Terkenal di Los Angeles


'End' Jadi Debut Perdana Kid Scott Usai Magang dengan Musisi Terkenal di Los Angeles

Posted: 13 Apr 2022 04:22 AM PDT

'End' Jadi Debut Perdana Kid Scott Usai Magang dengan Musisi Terkenal di Los Angeles.lelemuku.com.jpg

JAKARTA SELATAN, LELEMUKU.COM - Talenta musik dari Indonesia terus berdatangan dan bertambah. Hal ini semakin menambah semarak pasar musik Indonesia. Salah satunya adalah musisi asal Jakarta, Kid Scott, yang baru saja merilis single debut-nya yang berjudul 'End'.

Musisi yang sempat menghabiskan waktunya di Los Angeles untuk berkuliah dan magang sebagai asisten engineering musik di beberapa kesempatan.

Inilah yang membuat dirinya sempat bekerjasama dengan musisi luar biasa dunia seperti Sinead Harnett, Kevin Ross, PJ Morton, Jordin Sparks, hingga Zendaya. Bekerja bersama musisi tersebut menginspirasi Kid Scott untuk merilis single-nya sendiri yang kemudian terangkum dalam single debut-nya ini.

'End' bercerita tentang keputusasaan seseorang akan hubungan yang selalu berakhir dan kebahagiaan yang hanya dirasakan sementara waktu. Diambil dari pengalaman pribadi dari Kid Scott, dia juga yakin perasaan ini dirasakan juga oleh banyak orang.

"Menurutku hal seperti hubungan yang selalu berakhir dan kebahagiaan sementara ini yang membuat orang-orang sedih dan takut untuk berhubungan, termasuk diriku sendiri," ungkap Kid Scott. "Semuanya itu hanya karena takut kejadian dan rasa sakit yang dialami di masa lalu akan terulang kembali," lanjut musisi yang sangat terinspirasi oleh Frank Ocean, Dominic Fike, Khalid, hingga The Weeknd ini.

Kid Scott Menulis dan menjadi Produser untuk lagu ini, sementara untuk proses Mixing dibantu oleh Narek Ambar yang pernah juga me-mixing lagu-lagu dari Joyner Lucas, Young T & Bugsey, hingga Macy Gray.

Selain itu, proses Mastering dibantu oleh Dave Kutch yang sempat bertugas untuk Mastering album dari The Weeknd, Billie Eilish, hingga Frank Ocean.

Dengan genre hip-hop beat yang dipadukan dengan pop vibe karena memiliki hook yang catchy, lagu ini diharapkan oleh Kid Scott menjadi lagu yang bisa relate ke banyak orang sehingga mereka tidak merasa sendiri, karena dia sendiri pernah merasa hal yang seperti itu. 'End' ini nantinya akan tersedia juga di EP Debut dari Kid Scott yang rencananya akan dirilis juga di tahun ini.

Lagu-lagu yang akan ada di EP ini sebenarnya mulai ditulis oleh Kid Scott sejak 2 tahun lalu dan dia coba hadirkan dalam genre yang berbeda-beda namun tetap mempunyai tema yang sama yaitu tentang Mental Health dan Mental State dari Kid Scott selama pembuatan EP ini.

Walau masih belum dipastikan tanggal perilisan EP yang dimaksud, Kid Scott berjanji akan menyapa penikmat musik terlebih dahulu dengan 1 lagu lainnya untuk kemudian baru merilis EP yang diproduserinya sendiri.

'End' single perdana dari Kid Scott telah tersedia di seluruh digital streaming platform di Indonesia. (Tembang)

DPR RI Setuju RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Pegunungan Tengah

Posted: 13 Apr 2022 02:19 AM PDT

DPR RI Setuju RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Pegunungan Tengah .lelemuku.com.jpg
Ketua DPR RI Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus (kiri), Sufmi Dasco Ahmad (kanan) saat memimpin rapat paripurna ke-18 masa persidangan IV tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 Maret 2022. - (M Taufan Rengganis| Tempo)

JAKARTA, LELEMUKU.COM - Rapat Paripurna DPR RI menyetujui tiga Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Otonom Baru di Papua menjadi RUU inisiatif DPR. Tiga RUU DOB Papua tersebut adalah RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.

"Apakah RUU Usul inisiatif Komisi II DPR RI yaitu RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah dapat disetujui menjadi RUU Usul inisiatif DPR RI?" ujar Ketua DPR Puan Maharani selaku pimpinan sidang  kepada anggota dewan yang hadir, Selasa, 12 April 2022.

"Setuju," jawab para anggota dewan diiringi ketukan palu sidang oleh Puan.

Badan Legislasi DPR menyetujui tiga RUU daerah otonom baru di Papua dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk mendapat persetujuan menjadi RUU inisiatif DPR pada Rabu, 6 April 2022. Koalisi Kemanusiaan untuk Papua yang terdiri atas sejumlah organisasi masyarakat sipil menyayangkan persetujuan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI atas RUU pembentukan tiga provinsi baru di Papua tersebut. Upaya pemekaran wilayah dinilai tak tepat dilakukan saat ini.

Anggota Jaringan Damai Papua (JDP) Cahyo Pamungkas mengatakan, kebijakan pemekaran Papua yang terbaru akan mendorong ketidakpercayaan Papua yang meluas kepada pemerintah pusat dan akan semakin menyulitkan negara dalam mengakhiri konflik bersenjata Papua. Menurutnya, pemekaran provinsi Papua yang dibuat oleh pemerintah pusat telah ditolak oleh orang asli Papua pada 1999, tetapi tetap dilanjutkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2003, dan dilegalkan pada 2021.

"Pemekaran top down yang dibuat sepihak oleh pemerintah pusat ini seperti mengulangi model tata kelola kekuasaan Belanda untuk terus melakukan eksploitasi sumber daya alam dan menguasai tanah Papua," kata Peneliti utama dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu lewat keterangannya, Jumat, 8 April 2022.

Cahyo mengingatkan, siklus kekerasan politik di Papua telah menimbulkan banyak korban sipil dan pengungsian. Revisi kedua UU Otsus Papua dan kebijakan pemekaran provinsi dinilai telah menimbulkan situasi yang kontraproduktif. "Akibatnya, orang asli Papua semakin merasakan tidak adanya rasa aman dan memperkuat memoria passionis mereka atas pengalaman kelam masa lalu," tuturnya.

Senada, Direktur Eksekutif Public Virtue Miya Irawati menekankan pemerintah seharusnya membatalkan atau setidaknya menunda rencana pemekaran sampai ada putusan MK perihal gugatan revisi UU Otsus Papua yang dilayangkan oleh Majelis Rakyat Papua (MRP). "Alih-alih menghormati semangat otonomi khusus, pemerintah justru melakukan resentralisasi politik pemerintahan daerah," ujar Miya.

Kritik atas pemekaran Papua juga muncul dari kalangan pegiat reformasi keamanan dan hak asasi manusia. Peneliti Imparsial Hussein Ahmad menyatakan khawatir kebijakan pemekaran wilayah Papua akan digunakan untuk membenarkan penambahan kehadiran militer di Papua yang mana berpotensi meningkatkan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.

Menurutnya, jika ada tiga provinsi baru maka biasanya akan diikuti dengan pembentukan 3 Kodam dan satuan-satuan baru juga di bawahnya yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya jumlah pasukan militer di Papua. "Di tengah upaya penyelesaian konflik dan kekerasan militer yang jalan di tempat dan problem akuntabilitas operasi militer di Papua, pembentukan satuan teritorial baru dan peningkatan jumlah pasukan berpotensi meningkatkan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua," kata Hussein.

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengingatkan, pemekaran di Papua seharusnya melibatkan Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural Orang Asli Papua. Hal itu, menurutnya, diatur dalam UU Otsus sebagai bentuk perlindungan hak-hak orang asli Papua.

"Dalam beberapa waktu terakhir ini muncul demonstrasi tolak pemekaran yang sangat besar dan melahirkan korban jiwa. Pemekaran Papua mendorong situasi yang tidak kondusif bagi pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia di Papua," kata Usman.

Koalisi Kemanusiaan Papua terdiri dari sejumlah organisasi dan individu, yaitu Amnesty International Indonesia,Biro Papua PGI,Imparsial, Elsam Jakarta, Kontras, Aliansi Demokrasi untuk Papua, KPKC GKI-TP, KPKC GKIP, SKPKC Keuskupan Jayapura, Public Virtue Research Institute, PBHI, dan peneliti Cahyo Pamungkas.(Dewi Nurita| Tempo)